Saya
baru saja melewati hari-hari penuh kelemahan. Hari-hari yang terbiarkan dalam
kesendirian, dalam kekecewaan. Mungkin tidak ada satupun orang mendengarkan dan
duduk sebagai pendengar tentang nasib saya. Begitulah. Hanya sebagian teman, rata-rata teman seperjuangan di organisasi. Berbagi tips dan syarat mutlak mengejar impian. Saya diam dan berusaha untuk berhasil dalam mengejar mimpi saya ini.
Dan
ketika saya keluar pintu rumah. Mata saya menjadi silau. Saya sudah menyaksikan
teman-teman saya menyandang banyak gelar. Menyandang prestasi membanggakan. Saya
masih baru membuka pintu dan sisa-sisa kelemahan di tubuh ini masih saya lihat
dan masih saya temukan. Sungguh, menjadi lemah karena diri sendiri selalu
menyakitkan. Selalu bikin onar dalam gaung pikiran yang sia-sia.
Kemanakah
saya harus bergerak dan beranjak?
Saya
diam dan diam. Memikirkan jalan yang bisa membuat saya lebih merdeka. Bebas dari
penindasan dan dari kesia-siaan juga. Saya bebas dari segala bentuk kemunafikan
hidup yang meruntuhkan moral ini.
Saya
memutuskan, meski perlu belajar lebih banyak untuk istiqomah. Saya sudah
berlayar dari darat menuju lautan seberang. Saya berlayar untuk meniti karir
menjadi jurnalis dan penulis. Sebuah impian yang lama tercipta di dalam diri
saya ini.
Saya
biarkan semua angan-angan bertebaran. Ada yang melarang dan ada juga yang
mendukung. Saya kira, hari ini saya hanya perlu berlayar. Berlayar jauh. Melewati
ombak yang kadang membuat saya pulang ke darat atau saya mati tenggelam di
lautan. Saya hanya ingin sampai ke pulau impian. Pelayaran akan segera saya
mulai dan kini saya sudah merakit perahu yang saya kira bisa tahan terhadap
segala ombak yang mungkin nanti menghadang di tengah lautan.
Saya
ingin terus berlayar dan semoga kesabaran dan keistiqomahan menyertai hari-hari
perjuangan ini. It is not the end, it is just
the beginning of my dream. Amin.
No comments:
Post a Comment