Aku telah memilihmu, meski untuk sementara aku
belum mengetahui tentang rahasia tuhan. “Adakah engkau juga terpilih untukku?
Aku ingin berdiam untuk sementara. Di saat
banyak lelaki seusia atau lebih tua dariku mampu menyanyangi dan memberi kepada
orang yang dicintainya. Aku memilih berdiam dan tidak ingin lebay. Cinta itu
dalam. Jika kita tidak mampu menjaganya maka kita akan tenggelam dalam
kesedihan dan keputusasaan. Tenggelam di lautan kemaksiatan dan juga
pengharapan palsu.
Gadisku yang
Manis,
Mungkin kamu perlu membaca ini, sebuah catatan
kecil yang aku tulis pada suatu hari di hari minggu. Mungkin ini surat “sumpah
kesetiaan” yang bisa aku tulis. Anggap saja ini surat bahwa aku selalu menjaga
hati dan jiwaku. Kata-kata yang tepat seharusnya disampaikan di saat yang tepat
pula. Kesetiaan yang baik diberikan di saat yang lebih baik juga, semisal kamu
sudah aku “ijab” dengan segala tanggung jawab dan doa-doa para salafus shalih.
Tapi aku sudah mengatakannya kepadamu,
mengatakan lebih awal tentu adalah serangkai ujian yang kelak akan ditimpakan
kepadaku. Mungkin jika pun itu diperjuangkan maka ada happy ending dan bad ending.
Begitulah akhir dari sebuah perjuangan. Aku mengatakan sesuatu sejujur-jujurnya
dan itu keluar dari impian terdalamku.
Aku tidak tahu apakah kamu yang nanti terpilih
atau bukan untukku. Sungguh sulit bagiku melepaskanmu. Tepatnya, aku akan
sedikit sakit dan sakit ketika bukanlah engkau yang terpilih untukku. Sakit
jika kelak bukanlah engkau yang terpilih mendampingiku. aku mungkin perlu
mengingat suatu sore atau suatu malam ketika kita bercakap-cakap dan membahas
apa saja yang bisa kita percakapkan.
Tapi sekarang aku hanya ingin berdiam diri dan
mengejar seluruh cita-cita dan impian terbesarku. Kamu selalu ada untukku. Semoga
kau tetaplah gadis manis yang aku pernah kenal. Ya, gadis manis yang pernah
hadir dalam episode hari-hariku menuju masa-masa aku bermimpi menjadi seorang
penulis. Mengutip kata-kata bijak seniorku, “Segala yang terlepas akan ada
ganti yang lebih tepat. Tapi sampai saat ini, aku selalu merasa bahwa hanya
kamulah yang selalu bisa mengerti dan bisa membuatku damai menjalani dunia ini.”
Gadisku yang manis,
Aku suka pada kata-kata Penyair, W.S Rendra
ini, “Berulang kali kupanggil namamu
Di manakah engkau, wanitaku? Apakah engkau juga menjadi masa silamku?
Di manakah engkau, wanitaku? Apakah engkau juga menjadi masa silamku?
Mungkin hanya tuhan pemberi yang baik,
kepadanya aku berharap dan menyebut namamu. Menyebut namamu ketika shubuh turun
dan berharap kamu selamat dan bisa mencapai semua cita-citamu. Ya, begitulah
untuk sementara yang bisa aku sampaikan di sini.
No comments:
Post a Comment